Doa kepada St. Mikhael

Santo Mikhael Malaikat Agung,

Belalah kami pada hari pertempuran,

Jadilah pelindung kami,

Melawan kejahatan dan jebakan si jahat.

Dengan rendah hati kami mohon,

Kiranya Allah menghardiknya,

Dan semoga Engkau.

Hai Panglima Pasukan Surgawi,

Dengan kuasa Allah,

Mencampakan ke dalam neraka,

Setan dan semua roh jahat lain,

Yang berkeliaran di dunia,

Hendak membinasakan jiwa-jiwa.

Amin.


Minggu, 17 Januari 2010

Lanjutan Bag III

emandangan itu, prosesi itu begitu indah, hingga sulitlah membandingkannya dengan yang lain. Segenap makhluk surgawi itu membungkuk hormat di hadapan Altar, sebagian meninggalkan persembahan mereka di lantai, sebagian lainnya prostratio dengan kepala nyaris mencium tanah. Dan sesampainya di Altar, mereka segera lenyap dari pandanganku.

Saat-saat akhir Prefasi(9) telah tiba, dan sekonyong-komyong, ketika umat mendaraskan, “Kudus, Kudus, Kudus”, segala yang ada di belakang para selebran lenyap. Di belakang sisi kiri Uskup Agung, tampak beribu-ribu Malaikat dalam suatu garis diagonal: Malaikat-Malaikat kecil, Malaikat-Malaikat besar, Malaikat-Malaikat bersayap lebar, Malaikat-Malaikat bersayap kecil, Malaikat-Malaikat tanpa sayap. Sama seperti Malaikat-Malaikat sebelumnya, semua mengenakan jubah serupa alba(10) putih para imam atau putera altar.

Semua berlutut dengan tangan terkatup dalam doa, dan menundukkan kepala dalam hormat. Terdengar suara musik nan merdu, seolah ada begitu banyak paduan suara yang berpadu harmoni dalam beragam suara, semuanya bermadah sesuara dengan umat: Kudus, Kudus, Kudus….

Tibalah saat Konsekrasi, saat yang paling mengagumkan dari segala Mukjizat …. Di belakang sisi kanan Uskup Agung tampak suatu himpunan besar orang, juga dalam suatu garis diagional. Mereka mengenakan jubah serupa dengan jubah para Malaikat Pelindung, tetapi dalam warna-warna lembut: merah muda, hijau, biru muda, ungu muda, kuning; yakni dalam beraneka warna yang amat lembut. Wajah mereka juga berbinar-binar, penuh sukacita. Mereka semua tampak seusia. Kalian dapat melihat (aku tak dapat mengatakan mengapa) bahwa mereka adalah orang-orang dari berbagai tingkat usia, tetapi wajah mereka tampak serupa, tanpa kerut, bahagia. Mereka semua berlutut juga, sementara menyanyi “Kudus, Kudus, Kuduslah Tuhan….”

Bunda Maria mengatakan: “Mereka ini adalah segenap santa santo dan beata beato di surga, dan di antara mereka terdapat juga jiwa-jiwa dari sanak saudara dan anggota keluarga kalian yang telah menikmati Hadirat Tuhan.” Kemudian aku melihat Bunda Maria. Ia di sana, tepat di sebelah kanan Yang Mulia Uskup Agung… setapak di belakang selebran. Ia sedikit melayang di atas lantai, berlutut di atas suatu bantalan yang amat indah, transparan sekaligus bercahaya, serupa air kristal. Santa Perawan, dengan tangan-tangannya terkatup dalam doa, memandang dengan penuh perhatian dan hormat kepada selebran. Ia berbicara kepadaku dari sana, tetapi tanpa suara, langsung ke hatiku, tanpa memandangku:

“Aneh bagimu melihatku sedikit di belakang Monsignor, bukankah begitu? Demikianlah seharusnya…. Sekalipun begitu besar kasih PutraKu kepadaku, Ia tidak memberiku martabat seperti yang Ia berikan kepada seorang imam, yakni dapat mendatangkan Putraku dalam tangan-tanganku setiap hari, seperti yang dilakukan tangan-tangan imamatnya. Karena itulah, aku merasakan hormat mendalam bagi seorang imam dan bagi segala mukjizat yang Tuhan selenggarakan melalui seorang imam, yang membuatku berlutut di sini.”    

Ya Tuhan-ku, betapa martabat, betapa rahmat yang Tuhan limpahkan atas jiwa-jiwa imamat. Dan kita, bahkan mungkin sebagian dari mereka, tidak menyadarinya.

Di depan altar, mulai tampak bayangan-bayangan manusia berwarna abu-abu dengan tangan-tangan terkedang. Santa Perawan mengatakan: “Mereka ini adalah jiwa-jiwa di Api Penyucian yang menantikan doa-doa kalian agar dilegakan. Janganlah berhenti berdoa bagi mereka. Mereka berdoa bagi kalian, tetapi mereka tidak dapat berdoa bagi diri mereka sendiri. Kalianlah yang harus berdoa bagi jiwa-jiwa menderita guna menolong mereka pergi [dari Api Penyucian], agar mereka dapat bersama dengan Tuhan dan menikmati-Nya dalam keabadian.

Sekarang engkau lihat, aku ada di sini sepanjang waktu. Orang banyak pergi berziarah dan mencari tempat-tempat di mana aku menampakkan diri. Itu baik, sebab segala rahmat yang mereka terima di sana. Tetapi, tidak dalam penampakan manapun, pula tidak di tempat manapun, aku hadir terlebih lama [sepanjang waktu] dari di Misa Kudus. Kalian akan selalu mendapatiku di kaki Altar di mana Ekaristi dirayakan. Di kaki Tabernakel, aku tinggal bersama para malaikat sebab aku senantiasa bersama-Nya.”
(lanjutan Bag III

Tidak ada komentar: