Doa kepada St. Mikhael

Santo Mikhael Malaikat Agung,

Belalah kami pada hari pertempuran,

Jadilah pelindung kami,

Melawan kejahatan dan jebakan si jahat.

Dengan rendah hati kami mohon,

Kiranya Allah menghardiknya,

Dan semoga Engkau.

Hai Panglima Pasukan Surgawi,

Dengan kuasa Allah,

Mencampakan ke dalam neraka,

Setan dan semua roh jahat lain,

Yang berkeliaran di dunia,

Hendak membinasakan jiwa-jiwa.

Amin.


Minggu, 17 Januari 2010

Kesaksian Catalina Bag I

Kesaksian Catalina mengenai Misa Kudus

Dalam suatu katekese yang mengagumkan, Tuhan dan Santa Perawan Maria mengajarkan kepada kita, pertama-tama, mengenai bagaimana berdoa Rosario Suci, berdoa dengan hati kita, merenungkan serta menikmati saat-saat perjumpaan kita dengan Tuhan dan Bunda Maria. Mereka juga mengajarkan kepada kita bagaimana Mengaku Dosa dengan baik, dan [dalam kesaksian ini], Mereka menunjukkan kepada kita apa yang terjadi sepanjang Misa Kudus dan bagaimana mengalaminya dengan hati kita.

Inilah kesaksian yang harus dan ingin aku berikan kepada seluruh dunia, demi Kemuliaan Tuhan yang terlebih lagi dan demi keselamatan mereka semua yang mau membuka hati bagi Dia. Kesaksian ini diberikan agar begitu banyak jiwa yang dikonsekrasi(11)kan kepada Tuhan dapat mengobarkan kembali api kasih mereka kepada Kristus; mereka yang mempunyai tangan-tangan yang memiliki kuasa untuk mendatangkan Kristus ke dunia untuk menjadi santapan kita [jiwa-jiwa para imam] dan mereka yang lainnya [jiwa-jiwa religius] agar mereka terlepas dari kebiasaan menyambut Dia sebagai suatu “praktek rutinitas” dan menghidupkan kembali kekaguman dari perjumpaan setiap hari dengan sang Kasih. Kesaksian ini diberikan agar saudara dan saudariku kaum awam di segenap penjuru dunia dapat mengalami Mukjizat teragung, perayaan Ekaristi Kudus, dengan hati mereka.

Kala itu vigili(3) Hari Raya Kabar Sukacita dan anggota kelompok kami dan aku pergi menyambut Sakramen Rekonsiliasi(4). Sebagian perempuan dari kelompok doa tidak dapat menyambut sakramen saat itu, dan mereka menunda Tobat mereka hingga keesokan harinya sebelum Misa Kudus.

Ketika aku tiba di gereja keesokan harinya, sedikit terlambat, Yang Mulia, Uskup Agung dan para imam telah keluar dari sakristi. Dengan suara yang lemah lembut dan feminin yang menenangkan jiwa, Santa Perawan Maria mengatakan:

“Hari ini adalah hari pelajaran bagimu; dan aku ingin engkau memperhatikan dengan seksama sebab semua yang engkau saksikan pada hari ini, semua yang engkau alami pada hari ini; harus engkau bagikan kepada segenap umat manusia.” Aku terpana dan tidak mengerti[arti kata-katanya], tetapi aku berusaha memperhatikan dengan amat seksama.

Hal pertama yang aku cermati adalah suatu paduan suara yang sangat indah merdu yang bernyanyi seolah dari kejauhan. Terkadang musik datang mendekat dan kemudian pergi menjauh, seperti suara angin.

Uskup Agung memulai Misa, dan ketika beliau tiba pada Ritus Tobat, Santa Perawan mengatakan,

“Dari lubuk hatimu, mohonlah pengampunan Tuhan atas segala kesalahanmu karena telah menyakiti-Nya. Dengan demikian, engkau akan dapat berpartisipasi dengan pantas dalam hak istimewa ini, yakni ikut ambil bagian dalam Misa Kudus.”

Pastilah terlintas dalam benakku: “Tetapi, aku dalam keadaan rahmat. Aku baru saja pergi mengaku dosa semalam.”

Ia menjawab: “Apakah kau pikir engkau tidak menyakiti Tuhan sejak tadi malam? Mari aku ingatkan engkau akan beberapa hal. Ketika engkau berangkat untuk datang kemari, gadis yang membantumu datang untuk meminta sesuatu, dan karena engkau terlambat, engkau menjawabnya dengan tergesa dan tidak dengan cara yang terbaik. Kurang belas kasih dari pihakmu, dan engkau mengatakan bahwa engkau tidak menyakiti Tuhan…?

Dalam perjalanan kemari, sebuah bis melintas di jalurmu dan nyaris menabrakmu. Engkau mengekspresikan diri dengan suatu cara yang tidak pantas terhadap laki-laki malang itu, dan bukannya mengucapkan doa-doamu dan mempersiapkan diri untuk Misa. Engkau memperlihatkan kurangnya belas kasih dan engkau kehilangan damai dan kesabaran. Dan engkau mengatakan bahwa engkau tidak melukai Tuhan…?  

Engkau tiba di menit-menit terakhir ketika prosesi(5) selebran(6) menuju Altar telah dimulai… dan engkau akan ikut ambil bagian dalam Misa tanpa persiapan terlebih dahulu….”

“Baiklah, Bunda-ku, jangan katakan lagi padaku,” jawabku. “Engkau tak perlu mengingatkanku akan lebih banyak hal lagi, sebab aku akan mati karena sedih dan malu.”

“Mengapakah kalian semua harus tiba di saat-saat terakhir? Kalian seharusnya tiba lebih awal agar kalian dapat memanjatkan doa dan memohon Tuhan untuk mengutus Roh KudusNya, agar Roh Kudus menganugerahi kalian roh damai dan membersihkan kalian dari roh duniawi, kekhawatiran, masalah dan distraksi agar kalian dapat mengalami saat yang begitu sakral ini. Tetapi, engkau tiba nyaris ketika perayaan hendak dimulai, dan engkau ikut ambil bagian dalam Misa seolah Misa adalah suatu peristiwa biasa, tanpa ada persiapan rohani. Mengapa? Misa adalah Mukjizat teragung. Engkau akan mengalami saat ketika Allah yang Mahatinggi memberikan anugerah-Nya yang teragung, dan engkau tidak menghargainya.”

Cukuplah. Aku merasa begitu sedih hingga aku memiliki lebih dari cukup untuk memohon pengampunan dari Tuhan. Bukan saja untuk pelanggaran-pelanggaran hari itu, tetapi juga untuk setiap kali ketika, sama seperti banyak orang lainnya, aku menunggu imam selesai menyampaikan homili(7) sebelum memasuki gereja. Aku memohon pengampunan untuk setiap kali ketika aku tidak tahu atau menolak untuk mengerti apa artinya berada di sana, dan untuk setiap kali mungkin, ketika jiwaku penuh dengan dosa-dosa yang lebih serius, dan aku berani ikut ambil bagian dalam Misa Kudus.

Hari itu adalah Hari Raya, dan Gloria didaraskan. Bunda Maria mengatakan: “Muliakanlah dan luhurkanlah Tritunggal Mahakudus dengan segenap kasihmu, dalam pengenalan diri sebagai makhluk ciptaan Tritunggal.”  

Betapa berbedanya Gloria itu! Sekonyong-konyong aku melihat diriku sendiri di suatu tempat nun jauh yang dipenuhi cahaya, di hadapan Hadirat Agung Tahta Allah. Dengan luapan kasih aku mengucap syukur kepada-Nya, sementara aku mengulang: “Karena Kemuliaan-Mu yang besar, kami memuji Dikau, kami meluhurkan Dikau, kami menyembah Dikau, kami memuliakan Dikau, kami bersyukur kepada-Mu, Ya Tuhan Allah, Raja Surgawi, Allah Bapa yang Mahakuasa.” Dan aku terkenang akan wajah kebapaan Allah Bapa, penuh belas kasihan…. “Ya Tuhan Yesus Kristus, Putra tunggal Bapa, ya Tuhan Allah, Anak Domba Allah, Engkau yang menghapus dosa dunia….” Dan Yesus ada di hadapanku, dengan wajah penuh kelembutan dan belas kasihan…. “hanya Engkau-lah kudus, hanya Engkau-lah Tuhan, hanya Engkau-lah Mahatinggi, ya Yesus Kristus, bersama dengan Roh Kudus…” Allah Kasih yang menawan. Ia, yang pada saat itu, memenuhi seluruh keberadaanku dengan sukacita….

Dan aku memohon: “Tuhan, bebaskanlah aku dari segala yang jahat. Hatiku adalah milik-Mu. Tuhan-ku, berilah aku damai-Mu agar aku beroleh sebanyak mungkin manfaat dari Ekaristi ini dan agar hidupku boleh menghasilkan buah-buah terbaik. Roh Kudus Allah, ubahlah aku, bertindaklah dalam aku, bimbinglah aku. Ya Tuhan, anugerahilah aku karunia-karunia yang aku butuhkan demi melayani-Mu dengan terlebih baik…!”

Saat Liturgi Sabda tiba, dan Santa Perawan Maria memintaku mengulangi: “Tuhan, pada hari ini aku hendak mendengarkan Sabda-Mu dan menghasilkan buah melimpah. Kiranya Roh KudusMu mempersiapkan ladang hatiku agar Sabda-Mu dapat tumbuh dan berkembang di dalamnya. Tuhan, murnikanlah hatiku agar tertuju pada-Mu.” (lanjut)

Tidak ada komentar: